Sabtu, 04 Agustus 2012

Mengikis sisi melankolis

            Tanggapan pertama dari beberapa teman ketika mengetahui kalo saya punya adik laki-laki adalah waah.. pasti nggak enak rasanya.. L Yang nyebelin, nggak mau diatur, nakal, diajak ngobrol nggak nyambung (emang kabel ya?) hmm.. pokoknya nggak enaklah, apalagi kalo sudah nyangkut sama pilihan atau memutuskan sesuatu, lamaaaa.. gatuknya.. Tapi alhamdulillah, Allah memberikan kesempatan untukku hidup bersama dengan adik laki-laki, bahkan lebih dari satu dan semuanya laki-laki.. Rame pastinya, banyak yang beda sehingga banyak yang diobrolkan J

            Punya adik laki-laki itu nggak selamanya nggak enak, bahkan banyak enaknya. Dari situ saya bisa belajar banyak hal. Belajar untuk bisa menjadi teladan bagi mereka, walau itu sering jadi beban tersendiri seorang kakak pertama. Ingat rasanya dulu ketika orangtuaku selalu mengarahkanku untuk melakukan yang terbaik sehingga bisa dicontoh adik-adikku. Termasuk dalam memilih sekolah, supaya belajar yang serius, beribadah yang benar. Kan kalo adik ada contoh dari kakaknya gampang mengarahkannya, begitu kata bapak.
            Belajar untuk bisa menjaganya, membimbingnya supaya lebih baik dariku sekarang. Ya kalau boleh dibilang anak pertama itu adalah percobaan untuk selanjutnya adik-adiknya supaya lebih baik darinya. Karena dia duluan yang mengalaminya, jadi sudah tahu dan paham mengahadapinya. Kewajibannya adalah mengarahkan adiknya supaya bisa lebih baik darinya. Menjadi temannya untuk mendengarkan curhat masalahnya, menjadi gurunya ketika dia kesulitan belajar, dan menjadi pembimbingnya ketika dia bingung menentukan arah hidupnya.
            Dan dari situ, saya belajar untuk bisa menyikapi cara pandang yang berbeda tentang suatu masalah. Cara pandang yang beda secara logika dan perasaan. Atau perasaan yang cuek dan sensitif tentang suatu hal. Hmmm.. bukan berujung mencari perbedaan dan meributkan suatu hal tapi kita berusaha mencari solusi terbaik. He, jadi terbiasa ngobrol dengan bahasa yang kadang sulit dimengerti kaum perempuan dan mementingkan rasionya ketimbang perasaannya.
             Mencoba untuk mengikis rasa melankolis dominan perempuan untuk bisa menerima logika laki-laki. Kurasa memang analisis adikku yang paling besar dalam menghadapi masalah terkadang memang lebih jos daripada saya. Sikapnya kadang keras kepala dan cuek tapi bisa menghadapi masalah dengan tenang dan mampu menyelesaikannya tanpa banyak rempongnya. Kalo ada masalah, nggak usah dianggep beban yang penting diselesaikan sebisa kita. Ndak usah menunjukkan kalo kita banyak masalah, seolah-olah kita jadi orang yang paling malang di dunia.. huah, berat deh kata-katanya dia.. J
            Finally.. walaupun jarak yang memisahkan kita, semoga Allah menjaganya dengan baik. Aamiin.. sering terlontar pertanyaan “kapan pulang mba?” atau “kapan lulus mba, kok skripsinya belum selesai mba?” hehe.. maaf ya adik, mungkin mba belum bisa menjadi contoh yang baik untuk kalian, belum bisa memberikan perhatian yang baik untuk bisa mengarahkan kalian. Atau menjadi teman untuk membantu ketika kalian  ada masalah.
            
Yang mba harapkan.. Di usia yang semakin bertambah dewasa, semoga kalian bisa menjaga diri dengan baik. Bukan hanya untuk keluarga, tapi juga untuk agama, dien yang kita cintai ini.. J


0 komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejakmu...